PT TMS Diduga Keras Garap Hutan Lindung dan Hancurkan Mata Air, Warga : APH Tidak Berkutik
Sigerindo Sultra- Aktivitas Penambangan Nikel yang dilakukan PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) di Kecamatan Kabaena Timur, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), menuai kecaman keras dari masyarakat. Dimana PT. TMS tersebut diduga kuat telah melakukan Penambangan di kawasan Hutan Lindung (HL) seluas kurang lebih 147,60 Hektare (Ha). Dan atas aktivitasnya tersebut telah mengakibatkan kerusakan serius pada lingkungan, termasuk hilangnya mata air bersih yang menjadi sumber utama kehidupan warga sekitar. Hal tersebut diungkapkan Agusalim yang merupakan warga Kabaena Timur, Rabu 4 Desember 2024.
Agusalim mengungkapkan bahwa, aktivitas Penambangan PT. TMS telah menghancurkan mata air yang selama ini kami mengandalkan sumber mata air tersebut guna keperluan sehari-hari. Sehingga akibat daripada aktivitas PT TMS tersebut saat ini kami kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari.
“Mata air yang jadi sumber utama kami rusak karena ulah aktivitas PT. TMS. Sekarang kami harus mencari air ke tempat yang lebih jauh atau membeli, dan itu sangat memberatkan kami,” ujar Agusalim.
Agusalim menjelaskan bahwa, kita ketahui bersama bahwa berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), melalui analisis citra satelit, PT TMS diduga menambang di luar wilayah yang telah disetujui dalam Surat Keputusan Persetujuan Perubahan Kawasan Hutan (SK PPKH). Laporan tersebut mencatat perusahaan telah membuka lahan di kawasan hutan lindung, melanggar aturan yang berlaku.
Ironisnya, meski dugaan pelanggaran ini terang benderang, hingga kini belum ada tindakan tegas dari Aparat Penegak Hukum (APH) maupun instansi terkait. Baik pemerintah daerah maupun pusat, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Investasi, tampak belum mengambil langkah nyata untuk menghentikan aktivitas ilegal tersebut.
“Sudah berkali-kali kami laporkan, tetapi tidak ada yang bergerak. Sepertinya mereka kebal hukum. Dan APH juga seakan tak berkutik dan lebih memilih diam. Ada apa ini dengan APH kita,” tambah Agusalim.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang ini tidak hanya berdampak langsung pada kehidupan masyarakat saat ini, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem di Pulau Kabaena. Hutan yang seharusnya menjadi penyokong kehidupan kini gundul, kehilangan fungsi utamanya sebagai penyerap air dan penyangga ekosistem.
Era pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto pun tidak membawa perubahan berarti. Harapan agar kementerian terkait segera bertindak menghentikan aktivitas tambang ini hingga kini masih menjadi angan-angan.
“Pemerintahan baru ini semestinya bisa membawa perubahan. Kami berharap ada tindakan nyata untuk menyelamatkan lingkungan kami yang sudah sangat rusak ini,” harap Agusalim.
Hingga berita ini diturunkan, PT TMS maupun pihak berwenang belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut.
Sementara itu, masyarakat terus mendesak agar aktivitas tambang yang diduga ilegal ini dihentikan dan kerusakan lingkungan segera diperbaiki demi keberlangsungan hidup mereka.
Kerusakan lingkungan yang sudah terjadi membutuhkan langkah tegas dari pemerintah, bukan hanya untuk memulihkan mata air yang hilang, tetapi juga untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Bagi warga Kabaena Timur, keadilan dan perlindungan lingkungan adalah hal yang sangat mendesak untuk segera diwujudkan. (IS)
Agusalim mengungkapkan bahwa, aktivitas Penambangan PT. TMS telah menghancurkan mata air yang selama ini kami mengandalkan sumber mata air tersebut guna keperluan sehari-hari. Sehingga akibat daripada aktivitas PT TMS tersebut saat ini kami kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari.
“Mata air yang jadi sumber utama kami rusak karena ulah aktivitas PT. TMS. Sekarang kami harus mencari air ke tempat yang lebih jauh atau membeli, dan itu sangat memberatkan kami,” ujar Agusalim.
Agusalim menjelaskan bahwa, kita ketahui bersama bahwa berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), melalui analisis citra satelit, PT TMS diduga menambang di luar wilayah yang telah disetujui dalam Surat Keputusan Persetujuan Perubahan Kawasan Hutan (SK PPKH). Laporan tersebut mencatat perusahaan telah membuka lahan di kawasan hutan lindung, melanggar aturan yang berlaku.
Ironisnya, meski dugaan pelanggaran ini terang benderang, hingga kini belum ada tindakan tegas dari Aparat Penegak Hukum (APH) maupun instansi terkait. Baik pemerintah daerah maupun pusat, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Investasi, tampak belum mengambil langkah nyata untuk menghentikan aktivitas ilegal tersebut.
“Sudah berkali-kali kami laporkan, tetapi tidak ada yang bergerak. Sepertinya mereka kebal hukum. Dan APH juga seakan tak berkutik dan lebih memilih diam. Ada apa ini dengan APH kita,” tambah Agusalim.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang ini tidak hanya berdampak langsung pada kehidupan masyarakat saat ini, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem di Pulau Kabaena. Hutan yang seharusnya menjadi penyokong kehidupan kini gundul, kehilangan fungsi utamanya sebagai penyerap air dan penyangga ekosistem.
Era pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto pun tidak membawa perubahan berarti. Harapan agar kementerian terkait segera bertindak menghentikan aktivitas tambang ini hingga kini masih menjadi angan-angan.
“Pemerintahan baru ini semestinya bisa membawa perubahan. Kami berharap ada tindakan nyata untuk menyelamatkan lingkungan kami yang sudah sangat rusak ini,” harap Agusalim.
Hingga berita ini diturunkan, PT TMS maupun pihak berwenang belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut.
Sementara itu, masyarakat terus mendesak agar aktivitas tambang yang diduga ilegal ini dihentikan dan kerusakan lingkungan segera diperbaiki demi keberlangsungan hidup mereka.
Kerusakan lingkungan yang sudah terjadi membutuhkan langkah tegas dari pemerintah, bukan hanya untuk memulihkan mata air yang hilang, tetapi juga untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Bagi warga Kabaena Timur, keadilan dan perlindungan lingkungan adalah hal yang sangat mendesak untuk segera diwujudkan. (IS)