Sudah Ada Kesepakatan Damai, MWC NU Rajabasa Sayangkan Ketua RT di Proses Hukum dan Ditahan
Sigerindo Bandar Lampung - Majelis Wilayah Cabang Nadhatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Rajabasa, menyayangkan proses hukum Ketua RT 12, Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Wawan Kurniawan yang saat ini menjadi tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan aksi pembubaran jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) pada Minggu, (19/02/2023) Lalu.
Hal itu disampaikan Gus Feri Fadlan, Sekretaris MWC NU Rajabasa, yang juga tokoh pemuda dan tokoh masyarakat setempat.
Gus Feri beralasan adanya kesepakatan damai yang telah ditandatangani dan diketahui semua pihak adalah cara terbaik menyelesaikan melalui musyawarah dan demi menjaga kerukunan antar umat dan masyarakat.
“Sudah ada kesepakatan damai (Pihak Gereja dan Ketua RT 12), isinya saling memaafkan dan tidak menuntut baik perdata maupun pidana di jalur hukum, tempatnya damainya juga jelas dikantor kelurahan, itu diketahui dan ditandatangani Kesbangpol Kota, FKUB Kota, Babinkamtimbas, Babinsa, KUA, Lurah, Hingga Kepala Lingkungan,” kata Feri, Minggu (19/3/2023).
Gus Feri menyarankan sebaiknya semua pihak menjadikan kesepakatan perdamaian menjadi dasar menyelesaikan sehingga persoalan ini benar-benar selesai dan kejadian tokoh masyarakat mencabut izin tidak perlu terjadi.
“Sebaiknya musyawarah mufakat cara pengambilan keputusan terbaik benar-benar bisa dilaksanakan, ini untuk memastikan kerukunan antar umat dan masyarakat, apalagi dalam kesepakatan itu pihak masyarakat (Ketua RT 12) diberikan waktu 1x24 jam untuk memberikan izin sementara, dan itu tuntas, tidak ada wanprestasi, ketika proses hukum ini ternyata berjalan, akhirnya masyarakat kembali mencabut izinnya, dan persoalan ini tidak kunjung selesai, musyawarah adalah jalan terbaik menempuh win-win solution,” jelasnya.
Gus Feri juga menegaskan meskipun cara yang dilakukan Ketua RT 12 tidak bisa dibenarkan, ada hubungan sebab akibat sebelumnya yang harusnya dijadikan pertimbangan, karena persoalan ini sudah terjadi dari tahun 2014 dan ada kesepakatan di tahun 2016 yang ditandatangani semua pihak.
“Ada hubungan sebab akibat yang harus jadi pertimbangan juga, jadi solusinya Gereja izinnya diberikan, perdamaian melalui musyawarah dilaksanakan, saling memaafkan, tidak ada catatan dan saling rukun dan guyub,” tambahnya.
Gus Feri juga mengatakan, pihaknya bukan hanya melihat dari sisi kesepakatan perdamaian saja, melainkan juga dari sisi kemanusiaan.
“Kasih sayang Yang Maha Kuasa itu lebih luas, lebih besar dan lebih cepat dari amarahNya, ayo bersama kita terapkan dalam kejadian ini, meski cara Ketua RT Wawan tidak bisa dibenarkan, ia dikenal dekat dan baik dengan warga, ia juga memiliki istri dan tiga orang anak yang masih kecil, ia melaksanakan amanah kesepakatan sebelumnya meski caranya tidak dibenarkan, sebagai hamba yang taat ibadah, ayo kita terapkan bahwa kasih sayang kita melebihi apapun dalam kejadian ini,” pungkasnya. (Rls/Tim).
Hal itu disampaikan Gus Feri Fadlan, Sekretaris MWC NU Rajabasa, yang juga tokoh pemuda dan tokoh masyarakat setempat.
Gus Feri beralasan adanya kesepakatan damai yang telah ditandatangani dan diketahui semua pihak adalah cara terbaik menyelesaikan melalui musyawarah dan demi menjaga kerukunan antar umat dan masyarakat.
“Sudah ada kesepakatan damai (Pihak Gereja dan Ketua RT 12), isinya saling memaafkan dan tidak menuntut baik perdata maupun pidana di jalur hukum, tempatnya damainya juga jelas dikantor kelurahan, itu diketahui dan ditandatangani Kesbangpol Kota, FKUB Kota, Babinkamtimbas, Babinsa, KUA, Lurah, Hingga Kepala Lingkungan,” kata Feri, Minggu (19/3/2023).
Gus Feri menyarankan sebaiknya semua pihak menjadikan kesepakatan perdamaian menjadi dasar menyelesaikan sehingga persoalan ini benar-benar selesai dan kejadian tokoh masyarakat mencabut izin tidak perlu terjadi.
“Sebaiknya musyawarah mufakat cara pengambilan keputusan terbaik benar-benar bisa dilaksanakan, ini untuk memastikan kerukunan antar umat dan masyarakat, apalagi dalam kesepakatan itu pihak masyarakat (Ketua RT 12) diberikan waktu 1x24 jam untuk memberikan izin sementara, dan itu tuntas, tidak ada wanprestasi, ketika proses hukum ini ternyata berjalan, akhirnya masyarakat kembali mencabut izinnya, dan persoalan ini tidak kunjung selesai, musyawarah adalah jalan terbaik menempuh win-win solution,” jelasnya.
Gus Feri juga menegaskan meskipun cara yang dilakukan Ketua RT 12 tidak bisa dibenarkan, ada hubungan sebab akibat sebelumnya yang harusnya dijadikan pertimbangan, karena persoalan ini sudah terjadi dari tahun 2014 dan ada kesepakatan di tahun 2016 yang ditandatangani semua pihak.
“Ada hubungan sebab akibat yang harus jadi pertimbangan juga, jadi solusinya Gereja izinnya diberikan, perdamaian melalui musyawarah dilaksanakan, saling memaafkan, tidak ada catatan dan saling rukun dan guyub,” tambahnya.
Gus Feri juga mengatakan, pihaknya bukan hanya melihat dari sisi kesepakatan perdamaian saja, melainkan juga dari sisi kemanusiaan.
“Kasih sayang Yang Maha Kuasa itu lebih luas, lebih besar dan lebih cepat dari amarahNya, ayo bersama kita terapkan dalam kejadian ini, meski cara Ketua RT Wawan tidak bisa dibenarkan, ia dikenal dekat dan baik dengan warga, ia juga memiliki istri dan tiga orang anak yang masih kecil, ia melaksanakan amanah kesepakatan sebelumnya meski caranya tidak dibenarkan, sebagai hamba yang taat ibadah, ayo kita terapkan bahwa kasih sayang kita melebihi apapun dalam kejadian ini,” pungkasnya. (Rls/Tim).