Serap Aspirasi, Bupati Lamsel Terima Audiensi Masyarakat Adat Kalianda dan Way Urang
Sigerindo Kalianda- Bupati Lampung Selatan H. Nanang Ermanto menerima audiensi Masyarakat Adat Way Urang dan Kalianda di ruang kerjanya, Selasa (1/3/2022).
Pertemuan itu berkenaan dengan kerusakan lingkungan aliran sungai Way Urang yang berdampak terhadap terkikisnya Tempat Pemakaman Umum (TPU) Masyarakat Adat Lampung Selatan yang berada tepat disebelah aliran sungai tersebut.
Masyarakat Adat Way Urang dan Kalianda Agus Mulyawan mengatakan, pembangunan dekat aliran sungai yang tidak sinergi menjadi salah satu penyebab terhambatnya aliran air sungai, sehingga air tidak mengalir ke tempat seharusnya dan menghantam TPU adat setempat.
“Yang dikarenakan berkurangnya hutan diatas dan pembangunan yang kurang sinergi di muara, khususnya di hilir sungai Way Urang. Yang dimaksud pembangunan itu yang berdekatan dengan jembatan Way Urang. Karena ada pembangunan itu, nah apabila datang musim hujan, banjir. Disana ada TPU kami, jadi TPU kami tergerus, karena aliran sungai itu sekarang sudah berubah, bergeser ke arah pemakaman kami,” jelas Agus.
Lebih lanjut Agus mengungkapkan, akibat aliran air sungai Way Urang yang berpindah ini telah memakan sekitar ¼ hektar lahan TPU Masyarakat Adat. Dimana, setiap terjadi musim penghujan kerusakan akan terus bertambah seluas ½ meter.
“Yang sekarang ini diperkirakan luasnya sudah ¼ hektar dan kalau ini tidak cepat di rehab, dibangun kembali, ya mungkin makin melebar. Banyak makam-makam yang sudah terendam dan tergerus lebih kurang sudah 40 makam. Kalo saat sekarang ini, musim hujan tapi tidak banjir, itu kira-kira ½ meter yang tergerus. Makin tergerus dan makin tergerus,” ujarnya lebih lanjut.
Hal senada diungkapkan oleh Hernadi yang juga masyarakat Adat Way Urang dan Kalianda, dirinya menjelaskan mengenai kronologis aliran air sungai Way Urang dan pelebaran pembangunan, yang menjadi penyebab utama dalam permasalahan tersebut.
“Jadi dampaknya ketika banjir, dia akan menghantam tembok-tembok yang ada, kemudian menghantam TPU kita yang kondisinya masih tanah pasir. Ini saya cerita kronologisnya pak,” jelasnya.
Atas dasar tersebut, Hernadi meminta agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan dapat memberikan solusi dan menindaklanjuti permasalahan aliran air sungai yang tengah dihadapi tersebut.
“Hilangnya tanah TPU itu, panjangnya 200 meter lebarnya 70 meter. Sekarang dari hilir kesana itu, yang hilang 20 meter, panjang 172 meter. Kondisi muara yang sekarang ini adalah meluas ke kuburan kami pak, muara yang asli itu jadi pulau sekarang,” ungkapnya.
Menanggapi permasalahan lingkungan yang telah disampaikan oleh Masyarakat Adat Way Urang dan Kalianda, Bupati Lampung Selatan H. Nanang Ermanto menyatakan akan segera melakukan koordinasi dengan Camat dan Lurah terkait, mengenai lahan TPU yang tergerus aliran air sungai.
“Terus lahan TPU, nanti saya akan panggil pak Lurah, Camat dan Tim PU itu sendiri, nanti minta pak Kadis PU beserta Jajaran untuk melihat, kalau nanti misalnya ada bangunan yang memang merusak di pinggir kali, akan kami tindaklanjuti,” ujar Nanang.
Nanang juga meminta kepada para tokoh adat dan masyarakat, agar bisa memberikan pemahaman lebih kepada warga setempat untuk tidak melakukan pembangunan di sekitar sungai. Dengan begitu, diharapkan akan menambah kesadaran masyarakat untuk saling menjaga lingkungan sekitar.
“Ini saya mohon dengan sangat kepada tokoh-tokoh adat dan masyarakat bahwa tidak boleh ada bangunan dipinggir kali atau penyempitan dipinggir kali, nah ini akibat dari penyempitan kali itu sendiri sehingga debit air tidak normal. Ini nanti kasian geberasi seterusnya, mudah-mudahan ini secepatnya akan kami tindaklanjuti mengenai persoalan yang telah disampaikan,” katanya. (nz/kmf)
Pertemuan itu berkenaan dengan kerusakan lingkungan aliran sungai Way Urang yang berdampak terhadap terkikisnya Tempat Pemakaman Umum (TPU) Masyarakat Adat Lampung Selatan yang berada tepat disebelah aliran sungai tersebut.
Masyarakat Adat Way Urang dan Kalianda Agus Mulyawan mengatakan, pembangunan dekat aliran sungai yang tidak sinergi menjadi salah satu penyebab terhambatnya aliran air sungai, sehingga air tidak mengalir ke tempat seharusnya dan menghantam TPU adat setempat.
“Yang dikarenakan berkurangnya hutan diatas dan pembangunan yang kurang sinergi di muara, khususnya di hilir sungai Way Urang. Yang dimaksud pembangunan itu yang berdekatan dengan jembatan Way Urang. Karena ada pembangunan itu, nah apabila datang musim hujan, banjir. Disana ada TPU kami, jadi TPU kami tergerus, karena aliran sungai itu sekarang sudah berubah, bergeser ke arah pemakaman kami,” jelas Agus.
Lebih lanjut Agus mengungkapkan, akibat aliran air sungai Way Urang yang berpindah ini telah memakan sekitar ¼ hektar lahan TPU Masyarakat Adat. Dimana, setiap terjadi musim penghujan kerusakan akan terus bertambah seluas ½ meter.
“Yang sekarang ini diperkirakan luasnya sudah ¼ hektar dan kalau ini tidak cepat di rehab, dibangun kembali, ya mungkin makin melebar. Banyak makam-makam yang sudah terendam dan tergerus lebih kurang sudah 40 makam. Kalo saat sekarang ini, musim hujan tapi tidak banjir, itu kira-kira ½ meter yang tergerus. Makin tergerus dan makin tergerus,” ujarnya lebih lanjut.
Hal senada diungkapkan oleh Hernadi yang juga masyarakat Adat Way Urang dan Kalianda, dirinya menjelaskan mengenai kronologis aliran air sungai Way Urang dan pelebaran pembangunan, yang menjadi penyebab utama dalam permasalahan tersebut.
“Jadi dampaknya ketika banjir, dia akan menghantam tembok-tembok yang ada, kemudian menghantam TPU kita yang kondisinya masih tanah pasir. Ini saya cerita kronologisnya pak,” jelasnya.
Atas dasar tersebut, Hernadi meminta agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan dapat memberikan solusi dan menindaklanjuti permasalahan aliran air sungai yang tengah dihadapi tersebut.
“Hilangnya tanah TPU itu, panjangnya 200 meter lebarnya 70 meter. Sekarang dari hilir kesana itu, yang hilang 20 meter, panjang 172 meter. Kondisi muara yang sekarang ini adalah meluas ke kuburan kami pak, muara yang asli itu jadi pulau sekarang,” ungkapnya.
Menanggapi permasalahan lingkungan yang telah disampaikan oleh Masyarakat Adat Way Urang dan Kalianda, Bupati Lampung Selatan H. Nanang Ermanto menyatakan akan segera melakukan koordinasi dengan Camat dan Lurah terkait, mengenai lahan TPU yang tergerus aliran air sungai.
“Terus lahan TPU, nanti saya akan panggil pak Lurah, Camat dan Tim PU itu sendiri, nanti minta pak Kadis PU beserta Jajaran untuk melihat, kalau nanti misalnya ada bangunan yang memang merusak di pinggir kali, akan kami tindaklanjuti,” ujar Nanang.
Nanang juga meminta kepada para tokoh adat dan masyarakat, agar bisa memberikan pemahaman lebih kepada warga setempat untuk tidak melakukan pembangunan di sekitar sungai. Dengan begitu, diharapkan akan menambah kesadaran masyarakat untuk saling menjaga lingkungan sekitar.
“Ini saya mohon dengan sangat kepada tokoh-tokoh adat dan masyarakat bahwa tidak boleh ada bangunan dipinggir kali atau penyempitan dipinggir kali, nah ini akibat dari penyempitan kali itu sendiri sehingga debit air tidak normal. Ini nanti kasian geberasi seterusnya, mudah-mudahan ini secepatnya akan kami tindaklanjuti mengenai persoalan yang telah disampaikan,” katanya. (nz/kmf)